HITAM & PUTIH KEHIDUPAN

Assalamu Alaikum Wr, Wb "SYUKUR ADALAH PENAWAR DARI SEMUA RASA SAKIT"

Jumat, 28 September 2007

Terima Kasih Telah Memberiku Kasih

Terimakasih Tuhan,

untuk setiap detik dalam hidupku,
untuk setiap bahagia dan sedihku,
aku tak dapat mengatakan yang lain kecuali rasa syukur.

Terimakasih Bunda,
untuk namaku yang kau sebut di setiap doamu,
untuk setiap dongeng yang kau ceritakan menjelang tidurku,
dan setiap harapan yang kau bisikan dalam mimpiku.

Terimakasih Ayah,
untuk setiap tetes keringat yang kau korbankan,
untuk setiap semangat yang kau tanamkan untukku,
akan ku buktikan bahwa aku mampu.

Terimakasih Adik,
untuk ejekanmu dan semua tingkah bodohmu,
untuk setiap canda dan perhatianmu,
meskipun aku jarang mengatakan ini padamu,
aku bangga dan sayang padamu,
jangan menyerah dalam langkahmu.

Terimakasih Teman,
untuk setiap tawa kalian yang mewarnai hari-hariku,
untuk setiap tangan yg membantuku berdiri setelah aku terjatuh,
setiap telinga yang kalian pinjamkan untuk mendengar keluh kesahku,
tanpa aku banyak berkata,
aku tahu kalian pasti mengerti.

Dan untuk Kamu,
meskipun kamu tidak tahu dan tidak menyadari,
kamu salah satu alasan aku tetap semangat melangkah,
mengingatmu membuat aku tersenyum sekaligus membuat aku menangis,
tapi tidak apa-apa selama kamu bahagia aku akan tetap tersenyum,
terima kasih untukmu juga,
perjuangkan dia untuk mimpi-mimpi yang akan kau buat nyata.

Kamis, 27 September 2007

Surat Buat Tuhan, Semoga Engkau Bisa Membacanya


Dear Tuhan,

Sebelumnya aku ucapkan terima kasih atas segala nikmat yang telah kau berikan padaku,
atas nikmat duniawi yang begitu indah dan tak terlukiskan...
Kau berikan aku bahagia tak terhingga, tapi kenapa selalu ada duka dan tangis di sela sela kebahagiaan ku..mungkin aku bukan mahluk yang sempurna, karena tiada mahluk yang sempurna dunia ini...
Boleh aku bertanya sesuatu pada mu wahai Yang Maha Kuasa ?
Mungkin pertanyaan ku agak sedikit munafik dengan sedikit sentuhan syirik, walau aku itu ke dua kata itu adalah hal yang paling tidak boleh di lalukan untuk manusia...
Aku ingin bertanya tentang hidup,cinta,dan pengorbanan...
Aku sendiri tidak tau kenapa aku ingin bertanya..mungkin karena aku tidak pernah merasakan nya...tapi aku tau sedikit tentang cinta, ada seorang hawa yang telang mengajarkan ku akan nya...
Dia bilang cinta itu adalah hidup dengan pengorbanan...berarti sama ?
Tuhan...KAU beri aku hati untuk kuserahkan pada orang lain..kau beri aku kasih sayang untuk ku bagikan kepada orang lain..
Tapi kenapa ku tak pernah mendapatkan nya dari "MEREKA" ?, terutama dia...
Hampir 5 kali dalam sehari aku berlutut pada mu, meminta..meminta dan meminta...
Mungkin aku sedikit RAKUS! manusia kami menyebutnya..
Dan sekarang...aku hanya bisa diam..berkhayal..dan bermimpi...
Aku tau perasaan aku ini tulus..karena aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya...kalian bilang ini bohong! arghh! karena kalian tidak pernah tau arti dari perasaan ini...
Tuhan...aku iri pada "MEREKA" huh! bion..hanya seorang laki laki yang tidak pernah puas akan NAFAS nya yang KAU berikan selama ini...selalu ingin yang lain dan yang lain..
Tapi aku yakin...untuk saat ini dan nanti aku hanya ingin DIA! karena hati ku padanya..
Tuhan...ini hanya sedikit pengaduan ku pada MU, karena aku tidak tau harus menangis dan bercerita pada siapa...mudah2an kau sudi waktu untuk membacanya...

Rabu, 26 September 2007

Kasih Sayang Ibu Yang Tidak Terhargai


Jalannya sudah ter-titih2, karena usianya sudah lebih
dari 70 th, sehingga kalau tidak perlu sekali, jarang ia
bisa dan mau keluar
rumah. Walaupun ia mempunyai seorang anak perempuan, ia
harus tinggal
dirumah jompo, karena kehadirannya tidak di-inginkan.
Masih teringat
olehnya, betapa berat penderitaannya ketika akan
melahirkan putrinya tsb.
Ayah dari anak tsb minggat setelah menghamilinya tanpa mau
bertanggung jawab
atas perbuatannya.

Disamping itu keluarganya menuntut agar ia menggugurkan
bayi yg belum dilahirkan, karena keluarganya merasa malu mempunyai seorang putri yg hamil
sebelum nikah, tetapi ia tetap mempertahakannya, oleh sebab itu ia diusir
dari rumah orang tuanya. Selain aib yg harus di tanggung, ia pun harus
bekerja berat di pabrik untuk membiayai hidupnya. Ketika ia melahirkan
putrinya, tidak ada seorang pun yg mendampinginya. Ia tidak mendapatkan
kecupan manis maupun ucapan selamat dari siapapun juga, ia dapatkan hanya
cemohan, karena telah melahirkan seorang bayi haram tanpa bapak.

Walaupun demikian ia merasa bahagia sekali atas berkat yg didapatkannya dari
Tuhan dimana ia telah dikaruniakan seorang putri. Ia berjanji akan
memberikan seluruh kasih sayang yg ia miliki hanya untuk putrinya seorang,
oleh sebab itulah putrinya diberi nama Love - Kasih. Siang ia harus bekerja
berat di pabrik dan diwaktu malam hari ia harus menjahit
sampai jauh malam, karena itu merupakan penghasilan tambahan yg ia bisa dapatkan.

Terkadang ia harus menjahit s/d jam 2 pagi, tidur lebih dari 4 jam sehari
itu adalah sesuatu kemewahan yg tidak pernah ia dapatkan. Bahkan Sabtu
Minggu pun ia masih bekerja menjadi pelayan restaurant. Ini ia lakukan semua
agar ia bisa membiayai kehidupan maupun biaya sekolah putrinya yg tercinta.
Ia tidak mau menikah lagi, karena ia masih tetap mengharapkan, bahwa pada
suatu saat ayah dari putrinya akan datang balik kembali
kepadanya, disamping itu ia tidak mau memberikan ayah tiri kepada putrinya.

Sejak ia melahirkan putrinya ia menjadi seorang vegetarian, karena ia tidak
mau membeli daging, itu terlalu mahal baginya, uang untuk daging yg
seyogianya ia bisa beli, ia sisihkan untuk putrinya. Untuk dirinya sendiri
ia tidak pernah mau membeli pakaian baru, ia selalu menerima dan memakai
pakaian bekas pemberian orang, tetapi untuk putrinya yg tercinta, hanya yg
terbaik dan terbagus ia berikan, mulai dari pakaian s/d makanan.

Pada suatu saat ia jatuh sakit, demam panas. Cuaca diluaran sangat dingin
sekali, karena pada saat itu lagi musim dingin menjelang hari Natal. Ia
telah menjanjikan untuk memberikan sepeda sebagai hadiah Natal untuk
putrinya, tetapi ternyata uang yg telah dikumpulkannya belum mencukupinya.
Ia tidak ingin mengecewakan putrinya, maka dari itu walaupun cuaca diluaran
dingin sekali, bahkan dlm keadaan sakit dan lemah, ia
tetap memaksakan diri untuk keluar rumah dan bekerja.

Sejak saat tsb ia kena penyakit rheumatik, sehingga sering sekali badannya
terasa sangat nyeri sekali. Ia ingin memanjakan putrinya dan memberikan
hanya yg terbaik bagi putrinya walaupun untuk ini ia harus bekorban, jadi
dlm keadaan sakit ataupun tidak sakit ia tetap bekerja,
selama hidupnya ia tidak pernah absen bekerja demi putrinya yg tercinta.

Karena perjuangan dan pengorbanannya akhirnya putrinya bisa melanjutkan
studinya diluar kota. Disana putrinya jatuh cinta kepada seorang pemuda anak
dari seorang konglomerat beken. Putrinya tidak pernah mau mengakui bahwa ia
masih mempunyai orang tua. Ia merasa malu bahwa ia ditinggal minggat oleh
ayah kandungnya dan ia merasa malu mempunyai seorang ibu yg bekerja hanya
sebagai babu pencuci piring di restaurant. Oleh sebab itulah ia mengaku
kepada calon suaminya bahwa kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.

Pada saat putrinya menikah, ibunya hanya bisa melihat dari jauh dan itupun
hanya pada saat upacara pernikahan di gereja saja. Ia tidak di undang,
bahkan kehadirannya tidaklah di inginkan. Ia duduk di sudut kursi paling
belakang di gereja, sambil mendoakan agar Tuhan selalu melindungi dan
memberkati putrinya yg tercinta. Sejak saat itu ber-th2 ia tidak mendengar
kabar dari putrinya, karena ia dilarang dan tidak boleh menghubungi
putrinya. Pada suatu hari ia membaca di koran bahwa putrinya telah
melahirkan seorang putera, ia merasa bahagia sekali
mendengar berita bahwa ia sekarang telah mempunyai seorang cucu.

Ia sangat mendambakan sekali untuk bisa memeluk dan menggendong cucunya,
tetapi ini tidak mungkin, sebab ia tidak boleh menginjak rumah putrinya.
Untuk ini ia berdoa tiap hari kepada Tuhan, agar ia bisa mendapatkan
kesempatan untuk melihat dan bertemu dgn anak dan cucunya, karena
keinginannya sedemikian besarnya untuk bisa melihat putri dan cucunya, ia
melamar dgn menggunakan nama palsu untuk menjadi babu di rumah keluarga
putrinya. Ia merasa bahagia sekali, karena lamarannya diterima dan
diperbolehkan bekerja disana. Dirumah putrinya ia bisa dan boleh menggendong
cucunya, tetapi bukan sebagai Oma dari cucunya melainkan hanya sebagai bibi
pembantu dari keluarga tsb. Ia merasa berterima kasih
sekali kepada Tuhan, bahwa ia permohonannya telah dikabulkan.

Dirumah putrinya, ia tidak pernah mendapatkan perlakuan khusus, bahkan
binatang peliharaan mereka jauh lebih dikasihi oleh putrinyada daripada
dirinya sendiri. Disamping itu sering sekali di bentak dan dimaki oleh putri
dan anak darah dagingnya sendiri, kalau hal ini terjadi ia hanya bisa berdoa
sambil menangis di dlm kamarnya yg kecil dibelakang dapur. Ia berdoa agar
Tuhan mau mengampuni kesalahan putrinya, ia berdoa agar hukuman tidak
dilimpahkan kepada putrinya, ia berdoa agar hukuman itu
dilimpahkan saja kepadanya, karena ia sangat menyayangi putrinya.

Setelah bekerja ber-th2 sebagai babu tanpa ada orang yg mengetahui siapa
dirinya dirumah tsb, akhirnya ia menderita sakit dan tidak bisa bekerja
lagi. Mantunya merasa berhutang budi kepada pelayan tuanya yg setia ini
sehingga ia memberikan kesempatan untuk menjalankan sisa hidupnya di rumah
jompo. Puluhan th ia tidak bisa dan tidak boleh bertemu lagi dgn putri
kesayangannya. Uang pension yg ia dapatkan selalu ia sisihkan dan tabung
untuk putrinya, dgn pemikiran siapa tahu pada suatu saat ia membutuhkan bantuannya.

Pada tahun lampau beberapa hari sebelum hari Natal, ia jatuh sakit lagi,
tetapi ini kali ia merasakan bahwa saatnya sudah tidak lama lagi. Ia
merasakan bahwa ajalnya sudah mendekat. Hanya satu keinginan yg ia dambakan
sebelum ia meninggal dunia, ialah untuk bisa bertemu dan boleh melihat
putrinya sekali lagi. Disamping itu ia ingin memberikan seluruh uang
simpanan yg ia telah kumpulkan selama hidupnya, sebagai hadiah terakhir untuk putrinya.

Suhu diluaran telah mencapai 17 derajat dibawah nol dan salujupun turun dgn
lebatnya, jangankan manusia anjingpun pada saat ini tidak mau keluar rumah
lagi, karena diluaran sangat dingin, tetapi Nene tua ini tetap memaksakan
diri untuk pergi kerumah putrinya. Ia ingin betemu dgn putrinya sekali lagi
yg terakhir kali. Dgn tubuh menggigil karena kedinginan, ia menunggu
datangnya bus ber-jam2 diluaran. Ia harus dua kali ganti bus, karena jarak
rumah jompo tempat dimana ia tinggal letaknya jauh dari rumah putrinya. Satu
perjalanan yg jauh dan tidak mudah bagi seorang nene tua yg berada dlm keadaan sakit.

Setiba dirumah putrinya dlm keadaan lelah dan kedinginan ia mengetuk rumah
putrinya dan ternyata purtinya sendiri yg membukakan pintu rumah gedong
dimana putrinya tinggal. Apakah ucapan selamat datang yg diucapkan putrinya?
Apakah rasa bahagia bertemu kembali dgn ibunya? Tidak! Bahkan ia di tegor:
“Kamu sudah bekerja dirumah kami puluhan th sebagai pembantu, apakah kamu
tidak tahu bahwa untuk pembantu ada pintu khusus, ialah
pintu dibelakang rumah!”

“Nak, Ibu datang bukannya untuk bertamu melainkan hanya ingin memberikan
hadiah Natal untukmu. Ibu ingin melihat kamu sekali lagi, mungkin yg
terakhir kalinya, bolehkah saya masuk sebentar saja, karena diluaran dingin
sekali dan sedang turun salju. Ibu sudah tidak kuat lagi nak!” kata wanita
tua itu. “Maaf saya tidak ada waktu, disamping itu sebentar lagi kami akan
menerima tamu seorang pejabat tinggi, lain kali saja. Dan kalau lain kali
mau datang telepon dahulu, jangan sembarangan datang begitu saja!” ucapan
putrinya dgn nada kesal. Setelah itu pintu di tutup dgn keras. Ia mengusir
ibu kandungnya sendiri, seperti juga mengusir seorang
pengemis. Tidak ada rasa kasih, jangankan kasih belas kesianpun tidak ada.

Setelah beberapa saat kemudian bel rumah bunyi lagi, ternyata ada orang mau
pinjam telepon dirumah putrinya “Maaf Bu, mengganggu,bolehkah kami pinjam
teleponnya sebentar untuk menelpon kekantor polisi, sebab dihalte bus di
depan ada seorang nene meninggal dunia, rupanya ia matikedinginan!” Wanita
tua ini mati bukan hanya kedinginan jasmaniahnya saja, tetapi juga
perasaannya. Ia sangat mendambakan sekali kehangatan dari kasih sayang
putrinya yg tercinta yg tidak pernah ia dapatkan selama hidupnya.

Ibu saya tidak melek komputer, bahkan beliau seorang wanita yg buta aksara,
tetapi untuk mang Ucup pribadi beliau adalah wanita yg paling hebat, dimana
s/d detik ini mang Ucup masih bisa belajar dari padanya. Belajar memberikan
dan membagikan kasih tanpa pamrih dan tanpa lagas. Ibunya mang Ucup
menderita sakit kanker, tetapi ia tidak pernah mengeluh. Tiap kali saya
menelpon Ibu, pertanyaan standard selalu diajukan kepada saya: “Apa yg Ibu
bisa bantu untukmu nak?” Ia tidak memohon untuk dirinya sendiri dlm doanya,
yg ia utamakan selalu hanyalah kami anak2nya! Ia selalu
mendoakan kami siang dan malam.

Maka dari itulah untuk mang Ucup, Ibu saya adalah wanita yg tercantik
sejagat raya, melebihi daripada Michael Preifer walaupun ia barusan saja
terpilih oleh majalah People sebagai wanita tercantik sedunia untuk th 1999.
Seorang Ibu melahirkan dan membesarkan anaknya dgn penuh
kasih sayang tanpa mengharapkan pamrih apapun juga.

Seorang Ibu bisa dan mampu memberikan waktunya 24 jam
sehari bagi anak2nya, tidak ada perkataan siang maupun malam, tidak ada
perkataan lelah ataupun tidak mungkin dan ini 366 hari dlm setahun.

Seorang Ibu mendoakan dan mengingat anaknya tiap hari bahkan tiap menit dan
ini sepanjang masa. Bukan hanya setahun sekali saja pada hari2 tertentu.
Kenapa kita baru bisa dan mau memberikan bunga maupun hadiah kepada Ibu kita
hanya pada waktu hari Ibu saja ” sedangkan di hari2 lainnya tidak pernah
mengingatnya, boro2 memberikan hadiah, untuk menelpon saja kita tidak punya
waktu. Kita akan bisa lebih membahagiakan Ibu kita apabila kita mau
memberikan sedikit waktu kita untuknya, waktu nilainya ada
jauh lebih besar daripada bunga maupun hadiah.

Renungkanlah:
Kapan kita terakhir kali menelpon Ibu?
Kapan kita terakhir mengundang Ibu?
Kapan terakhir kali kita mengajak Ibu jalan2?
Dan kapan terakhir kali kita memberikan kecupan manis
dgn ucapan terima kasih kepada Ibu kita?
Dan kapankah kita terakhir kali berdoa untuk Ibu kita? Berikanlah kasih sayang selama Ibu kita masih hidup, percuma kita memberikan bunga maupun tangisan apabila Ibu telah berangkat,karena Ibu tidak akan bisa melihatnya lagi

Selasa, 25 September 2007

Pilihan Ketika Memberi


Gelap telah sempurna. Azan magrib hampir setengah jam lalu berkumandang. Perut sudah bernyanyi. Saya meninggalkan toko buku di kawasan Margonda. Menyebrang jalan, mencari tempat makan murah-meriah-bergizi. Pandangan saya menumbuk warung tenda, penjual soto. Asyik juga kalau perut diisi makanan berkuah. Tak lama berselang, sepiring nasi, semangkuk soto ayam dan segelas jeruk panas telah terhidang.

Belum lama menikmati sajian, pengamen datang. Laki-laki, dua puluhan, membawa gitar, mengenakan jeans dan kemeja lusuh. Ia menyanyikan sebuah lagu lama, lima meter di depan saya, berdendang di depan ibu-ibu berjilbab. Setelah si ibu memberikan uang, ia beranjak ke pengunjung lain. Saya bersiap, tak lama lagi dis pasti mendatangi saya.

Benar saja, ia bernyanyi di depan saya. Saya harus memilih: mengangkat telapak tangan dan berkata, “maaf!” atau merogoh saku. Pilihan kedua saya lakukan. Tak ada salahnya berbagi rejeki. Tapi saya biarkan dulu dia bernyanyi agak lama. Bukankah dia menjual suara? Bukan mengganggu kenyamanan orang, rela diusir asal ada rupiahnya. Saya ingin dia mengamen secara profesional. Setelah saya berikan dua keping logam ia ke belakang, mendekati lima gadis bermata sipit.

Belum lama pengamen pergi, muncul bocah perempuan. Usianya sekitar 12 tahun. Tak beralas kaki, mengenakan pakaian putih lusuh. Pada pengunjung di depan saya, ia menadahkan tangan. Saya harus siap-siap lagi.

“Kak minta, kak! Lapar, kak. Belum makan.“ katanya. Memelas tapi wajahnya datar. Tak ada ekspresi bahwa di belum makan seharian.

Saya menggerakkan telapak tangan kanan, “maaf!”

Bocah itu bergerak ke belakang, memepet lima gadis bermata sipit yang tengah menikmati ayam bakar. Kata-kata yang sama diucapkan oleh gadis kecil itu. Dua gadis memberikan lembar ribuan. Kasihan? Tak sampai hati mengangkat tangan dan berkata maaf? Entah!

Air jeruk panas hampir habis ketika di depan tenda seorang bapak tua hendak masuk. Usianya 70 tahun lebih. Mulut berpayung kumis abu-abu seperti merapalkan sesuatu, berdiri menatap pengunjung. Seorang ibu maju, memberikan uang. Bapak Tua mengenggam pemberian si ibu, mendekatkan genggaman ke mulut, lalu komat-kamit mengucapkan sesuatu, sambil menatap ke atas. Ia menyentuhkan genggaman tangan ke dahi sebelum pergi. Saya ikut meninggalkan kursi.

Baru kemarin saya mendengar penuturan seorang Ustadz: penghasilan pengamen, pengemis dan anak jalanan bisa mencapai Rp 100.000,- dalam sehari. Jadi dalam sebulan total penghasilan bisa Rp 3 juta. Jumlah yang lebih besar jika dibandingkan dengan pembantu rumah tangga di perumahan saya yang bekerja hampir 24 jam, lebih besar dari gaji guru SD negeri seperti ibu saya, dan lebih banyak daripada gaji pokok teman saya yang bekerja di Industri kimia milik Jepang. Pengamen, pengemis dan anak jalanan tak perlu keahlian khusus, apalagi sekolah tinggi. Learning by doing, punya muka tebal, belajar ekspresi wajah tertentu, dan menghapal kata-kata, uang masuk kantong.

Apakah penghasilan sebesar itu membuat hidup mereka lebih baik? Saya tidak begitu tahu. Yang saya tahu, di lain hari saya masih menemukan pengamen, pengemis, dan anak jalanan yang sama, dengan lagu yang masih sumbang, dengan ratapan yang masih memilukan, dengan pinta yang tak berkesudahan. Jumlah merekasemakin banyak, terutama di hari raya atau hari besar lainnya.

Jika melihat pengemis dan anak jalanan, saya teringat Baznas, Dompet Dhuafa, Layanan Kesehatan Cuma-cuma, Portal Infaq, Rumah Zakat, Dompet Sosial Insan Mulia, dan lembaga zakat lainnya. Saya teringat sebuah klinik gratis di Ciputat, bentukan Layanan Kesehatan Cuma-Cuma. Saya terkenang Rumah Cahaya Depok yang didirikan oleh Dompet Dhuafa. Dari mana dana operasional mereka? Dari uluran tangan dermawan, orang-orang yang kelebihan.

Maka ketika akan memberi saya dihadapkan pada dua pilihan: memberi untuk saat ini atau memberi untuk jangka panjang. Saya kerap memilih yang terakhir. Maka, saya akan terlihat pelit, sinis dan tak mau berbagi bila ada pengemis, anak jalanan atau peminta sumbangan. Setiap orang punya hak, kepada siapa dia akan memberi. Malaikat akan tetap mencatat perbuatan baiknya tak peduli siapapun yang diberinya. Hanya saja kita perlu berpikir apakah pemberian kita sekedar untuk sekarang atau untuk masa depan. Sebelum memberi ada baiknya kita renungkan, akan lari ke mana uang-uang yang kita berikan, akan berubah menjadi apa? Menjadi debu atau benih pohon tinggi? Mari kita renungkan.

Kasih Sayang Ayah yang Tak Terlihat


Terakhir Ayah mengunjungi saya, meninggalkan beban dosa yang menggelayut di leher, hingga kadang membuat saya susah bernafas. Permohonan ampun dan maaf yang selalu saya ulang setiap kali berkomunikasi, seakan tidak pernah meyakinkan hati saya jika Ayah sudah benar-benar memaafkan.

Beliau berkunjung sekaligus untuk berobat. Infeksi paru-paru karena digerogoti bakteri tbc memang membutuhkan waktu yang sedikit lama dan kontiniu. Paling tidak sekitar 6 bulan, kata seorang dokter RS Husada-Jakarta.
Baru berjalan tiga bulan dan merasa keadaan sudah jauh lebih baik, ayah minta pulang dengan alasan homesick. Dia ingin melanjutkan pengobatan di kampung yang juga diperbolehkan oleh dokter yang merawatnya. Saya sudah tidak memiliki alasan untuk menahannya lebih lama.

Saat itu saya kesal. Saya ingin paru-paru Ayah benar-benar sudah pulih saat beliau pulang. Sayang, Ayah sama kerasnya dengan saya. Kepala batu. Hingga keluarlah ucapan yang sampai saat ini jadi beban berat itu.
“Ya udah…kalo udah gak bisa dibilangin. Besok-besok kalo ada apa-apa jangan ngeluh-ngeluh ke saya lagi ya….”
Itu kalimat yang membuat hubungan kami sedikit beku hingga keesokan hari beliau terbang. Saya dan adik mengantarkan ke bandara dalam suasana bisu. Saya masih berharap beliau urung pulang. Di bandara saya lebih banyak diam. Adik saya pun seperti mengerti situasi. Dia juga banyak diam. Setiap Ayah mencoba membuka pembicaraan selalu saya tanggapi dengan ketus sebagai ungkapan kekesalan. Adik saya cuma bisa melotot. Sekilas saya mencuri pandang wajah ayah yang begitu teduh. Ada rasa iba dan ingin memeluknya. Tapi ego saya lebih kuat mencengkeram hati.

Saat check in, hati saya luluh. Pupus sudah harapan untuk menahan beliau. Saya memeluk dan menciumi pipi beliau. Mata saya berkaca-kaca. Beliau juga.

Sampai sekarang saya selalu meminta ampun atas kejadian itu. Dan berulangkali pula ayah meyakinkan saya kalau semua baik-baik saja. Ada perkataan beliau yang selalu saya ingat.
“passya…orang selalu memuji dan mengagungkan betapa mulianya hati dan cinta seorang Ibu terhadap anaknya, namun sebenarnya hati seorang ayah tidak kalah. Ibu dan ayah hanya berbeda dalam mengungkapkan perasaannya. Kamu laki-laki, suatu ketika nanti akan merasakan….”

I miss you, Dad!!

Dengan Cinta Apa Ada?


Oleh Khoirul Anam

Cinta sering membuat orang tidak habis pikir. Keberadaannya misterius, sama seperti terorisme. Tetapi, karenanya segalanya menjadi mungkin. Orang bisa terbang ke langit tujuh, juga bisa terjun bebas dari gedung lantai tujuh. Sampai-sampai ada peringatan Hari Valentine 14 Februari, hari cinta seluruh dunia! Entahlah….
Tidak mudah memberikan kesimpulan tentang cinta. Orang, buku, atau film memberikan pengertian yang berbeda tentang cinta. Ada yang mengatakan cinta itu buta, gombal, seks, dan seterusnya. Erich Fromm dalam The Art of Loving mengatakan, cinta itu seni maka butuh pengorbanan, kesabaran, konsentrasi, dan –yang terpenting– kematangan pribadi. Dengan penuh percaya diri, Megan Tresidder dalam The Handbook of Love menjelaskan bahwa tanpa disadari pola-pola cinta telah mempengaruhi perilaku keseharian manusia. Dan (memang) cinta hanya bisa dimengerti oleh yang empunya cerita, yang pernah mengalamainya. Ia selalu hadir berbeda-beda menyertai amukan badai zaman.
Pastinya, cinta yang disebut-sebut kali ini bukan sembarang cinta. Yaitu cinta suci antara laki-laki dan perempuan; cinta yang biasanya dimiliki oleh kaum muda-mudi, katakanlah Romeo dan Juliet, bukan Rama dan Sinta yang telah beranjak tua. Yang terahir ini lebih fokus mengurusi masa depan anak-anak. Kalaupun masih ada cerita cinta di antara mereka, paling tidak kisarannya antara selingkuh, madu, tua-tua keladi, dan seterusnya. Jika diceritakan sudah tidak menarik karena tiada lagi istilah cinta suci atau first love never dies. Makanya berbicara cinta tidak bisa terlepas dari lika-liku kehidupan remaja.
Atau bisa dibaca sebaliknya, kehidupan remaja bisa diamati dari bagaimana cara mereka bercinta? Mungkin itu lebih tepat dialamatkan untuk cinta yang ada di buku-buku sastra, layar kaca atau pentas seni cerita. Karena kisah cinta adalah ritual dan harus dituturkan bersamaan dengan kisah-kisah kehidupan yang lain.
Atau juga bisa dibaca sebaliknya, kisah cinta adalah kisah kehidupan remaja yang sebenarnya. Yang ini, paling tepat dialamatkan untuk film-film atau sinetron Indonesia yang bertemakan cinta. Karena Indonesia dengan karakteristiknya yang unik, berbeda sama sekali dengan negara-negara lain di dunia? Bangsa India yang terkenal gemar sekali mengampanyekan ”cinta dapat mengubah segalanya”, tidak selalu menempatkan cinta sebagai cerita utama dalam film-filmnya. Umumnya, cerita cinta oleh film-film India adalah sekadar ritual yang harus disertakan dalam menceritakan kedunguan polisi, kebejatan sistem hukum dan pemerintahan, penjahat yang selalu dikalahkan oleh ”sang” penegak kebenaran, atau dalam rangka mempromosikan bagaimana idealtipe budaya India kepada dunia.
Apalagi film-film ek-sen bergaya Amerika. Yang pasti, percintaan dalam film James Bond dan sejenisnya hanyalah pemanis cerita utamanya, misalnya, keberanian dan kemenangan jagoan, serta kecanggihan teknologi di era modern. Singkatnya, cinta menurut orang Amerika adalah –meminjam bahasa remaja Indonesia– cerita indah namun tiada arti. Yang berarti adalah cerita utama yang besertaan dengan cerita cinta itu. Dan memang seharusnya demikian.
Bagaimana dengan Indonesia, cerita cinta menjadi kisah utama? Ada yang kembali beralasan, cerita cinta hanya sebagai pengantar cerita. Tetapi, kenapa hanya cerita cinta di perkotaan saja? Wajar saja, karena para produser Jakarta yang berdatangan dari daerah-daerah sudah cukup bangga mempertontonkan problematika dan atau kemajuan-kemajuan yang ada di kota metropolitan Jakarta, yang tidak ada di daerah mereka? Dalam rangka mengejar status modernitas, mereka tidak bangga mempertontonkan apa-apa yang berada di daerah mereka?
Kembali kepada remaja. Anehnya, film atau sinetron yang bertemakan ”murni” cinta justru paling digandrungi. Remaja Indonesia bagian mana yang belum pernah menyaksikan film Ada Apa dengan Cinta (AADC), yang jelas-jelas memakai judul ”cinta”? Lagi pula sudah disinetronkan, ceritanya sengaja diperlama menuruti kebutuhan jam tayang, menyusul sukses cerita asalnya ditepuktangani para penonton.
Bisa dikatakan, film AADC berjasa membangunkan dunia perfilman Indonesia dari tidurnya. Maunya film ini mempertontonkan kehidupan kelompok atau geng remaja perempuan (Cinta, Maura, Milly, Alya dan Karmen) yang bebas dari tekanan orang tua, guru-guru di sekolah, juga teman-teman laki-laki; sebuah eksklusivitas sosial remaja perempuan yang sudah biasa. Tetapi kenapa film-film atau sinetron yang menyusul sukses film AADC mengambil cerita cintanya saja. Atau film AADC-lah yang sengaja mengangkat posisi cinta? Membingungkan. Sebut saja film Eiffel... I’m in Love (EIiL) besutan Nasri Cheppy, 30 Hari Mencari Cinta garapan Sutradara Upi Avianto, Sinetron Cinta SMU, Kalau Cinta Jangan Belagu, dan Inikah Rasanya. Semuanya bertemakan remaja metropolitan dan tentunya tentang percintaan mereka.
Berkali-kali salah satu pabrik rokok menyindir, ”Kalau memang cinta itu buta, buat apa ada bikini”, tapi para produser tidak tersindir sedikit pun untuk terus menggarap film atau sinetron bertemakan cinta. Para penonton juga tidak kapok-kapok menyimak cerita cinta. Malah, perkembangan sinetron-sinetron yang bertemakan cinta semakin menggila. Sekarang, cinta sudah dibuktikan adanya (dalam cerita sinetron) oleh anak-anak usia SD yang sedang lucu-lucunya. Mungkin besok ada sinetron khusus untuk anak-anak usia TK berjudul ”cintaku ketahuan bu guru!”
Tentunya ini bukan saja permasalahan konsumerisme. Kegemaran generasi muda menyaksikan film-film bertemakan cinta bukan hanya karena pihak produser pintar memasarkan produknya. Kalau Ariel Heryanto mengatakan bahasa menunjukkan bangsa, maka kegemaran generasi muda menyaksikan film-film cinta menunjukkan, ya demikianlah mereka. Mempersoalkan lebih dahulu mana antara sutradara dan alur cerita, sama dengan berpusing-pusing memikirkan lebih dahulu mana telur dengan ayam.
Yang fakta, selain mata pelajaran wajib, di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi ada pelajaran ekstrakulikuler bernama ”jadian” dan ”putus”, kalau dulu disebut pacaran. Bahkan demi pelajaran itu, seorang siswa berani mbolos, kalau perlu pindah atau putus sekolah. Yang mahasiswa bisa beralasan, buat apa kuliah kalau tidak menjamin kerja. Malam Minggu yang sedianya disiapkan khusus untuk beristirahat dari belajar semingguan, malah menjadi malam yang panjang, mendalami pelajaran ekstrakulikuler tadi.
Ada apa dengan generasi muda bangsa Indonesia? Gosip percintaan artis mulai ketika syuting, bulan madu, sampai ”keputusan” mereka, dihafalkan habis dan sebagai bahan diskusi di sekolahan atau kampus. Yang mendukung itu, karena pada saat memencet-mencet tombol remote control stasiun televisi, ”gosip” yang satu ini pasti ada. Yang sudah menikah (Rama dan Shinta tadi, atau ayah dan bunda), tidak mau ketinggalan ”wacana” menggosipkan itu saat berada di angkutan umum, obrolan basa-basi dengan rekan kerja di kantor atau sawah, dalam pertemun akhir tahun wali murid dan kepala sekolah, sampai di acara arisan partai.
Tidak apa, demikianlah tentang cinta.
Kalau boleh berpendapat, daripada capai-capai membincangkan moral bangsa Indonesia, lebih baik memikirkan cinta. Keduanya sama-sama tidak bisa dijelaskan sejelas-jelasnya di era materialisme-positivisme, juga sama-sama menimbulkan masalah. Tetapi kata cinta lebih akrab di telinga generasi muda bangsa Indonesia. Mungkin banyak yang tidak mengerti apa itu moral dan siapa yang paling tidak bermoral di antara kita, tetapi generasi muda mana yang tidak mengerti arti sebuah cinta. Tepatnya, mereka lebih berpengalaman soal cinta daripada soal moral. Bukankah pengalaman adalah pintu pertama untuk melakukan serangkaian percobaan ilmiah dan teknologi? Pengalaman mereka dalam ”bercinta” adalah modal utama untuk membahas kehidupan mereka di masa depan dan (kalau perlu) masa depan bangsa Indonesia.
Dan, oleh sebab cinta diyakini tidak pernah bisa dijelaskan dengan kata-kata, yang menjadi pe-er bukan lagi AADC tetapi di balik menjadi DCAA (Dengan Cinta Apa Ada) bangsa Indonesia yang adem ayem gemah lipah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo? Sekali lagi, karena cinta segalanya menjadi mungkin.

Potret remaja Indonesia

Potret Remaja Kita PDF Print E-mail
Written by Asri Al-hidayah

Kemajuan teknologi telah merambah ke pelosok-pelosok negeri . Satelit/ parabola yang dapat menangkap banyak channel-channel televisi , mulai dari ujung timur sampai dengan ujung barat. Internet sudah mulai memasuki di kafe-kafe, di warung-warung bahkan di rumah-rumah. Banyak hal positif yang dapat kita ambil dari merebaknya internet tersebut. Namun, tidak sedikit hal-hal negatif yang akan memperngaruhi kehidupan masyarakat, terutama kalangan remaja. Di samping itu maraknya sinetron-sinetron dan film-film layar lebar yang mengupas tentang kehidupan remaja turut pula memberikan andil yang besar terhadap perkembangan remaja dewasa ini. Hal itu disebabkan karena keingintahuan mereka yang sangat tinggi terhadap apa yang mereka lihat. Karena itulah mereka cenderung ingin mengikuti apa yang mereka lihat di televisi, film, dan internet. Padahal yang mereka lihat tidak lain adalah film-film orang dewasa, yang kebanyakan mengajarkan untuk mengkonsumsi narkoba, rokok, pergi ke diskotik, meminum minuman beralkohol, pulang sampai larut malam dan lain sebagainya.

Kita dapat melihat dengan jelas bagaimana kehidupan remaja Indonesia sekarang. Kehidupan remaja Indonesia sekarang sangat berbeda dengan kehidupan remaja pada masa lalu. Kalau orang-orang tua kita mengatakan bahwa dahulu ketika remaja mereka masih tahu bertata krama dan bersopan santun kepada kedua orangtuanya dan kepada orang lain yang lebih tua maka hal itu sudah banyak yang bergeser. Remaja sekarang banyak yang sudah tidak mengerti akan tata krama dan sopan santun. Mereka cenderung lebih berani melanggar peraturan orang tua mereka. Dari cara berpakaian pun antara remaja masa lalu dengan masa kini sudah sangat berbeda. Jika dahulu para orang tua kita menutup auratnya dengan rapi, maka remaja putrisaat ini sudah banyak yang berpakaian setengah jadi, serba ketat, dengan tujuan untuk memamerkan tubuh-tubuh mereka. Karena itulah kita sering mendengar berita-berita kriminal tentang obat-obat terlarang dan pemerkosaan.

Zaman telah berganti, banyak dunia perfilman yang menayangkan film kebarat-baratan, yang identik dengan pergaulan bebas dan kekerasan . Itu semua dapat mempengaruhi kehidupan remaja kita. Di Indonesia sudah banyak remaja putri yang sudah tidak peduli dengan sebuah keperawanan. Bukan hanya di Jakarta saja remaja putri berkelakuan bebas. Di Bandung atau di kota-kota lain pun sudah mulai ada.

Film-film Indonesia abad 21 ini sudah banyak yang menayangkan adegan kebarat-baratan, misalnya, sudah berani berciuman, mencontohkan bagaimana mengisap narkoba, cara berpakaian pun sudah berani mengenakan you can see, tank top, pokoknya sudah berani memamerkan perut, dan organ tubuh lainnya yang termasuk aurat wanita. Banyak musik-musik rock&roll, R&B. Sedangkan musik tradisional kita sudah mulai tidak dikenal lagi. Tari-tarian pun begitu, banyak yang mempelajari tari Ballet, dan break dance.

Anak-anak remaja sudah berani melawan kepada kedua orangtua dengan cara kriminal. Di berita-berita sering ditayangkan, ada seorang remaja meminta sesuatu kepada kedua orangtuanya, orangtuanya tidak mampu membeli apa yang diminta anak tersebut, maka anak itu pun berani memaksa orang tuanya dengan kekerasan bahkan tidak segan-segan mereka berani membunuh orangtuanya (Na'udzubillah min dzalik). Mari kita bayangkan betapa parahnya akhlak yang dimiliki oleh remaja tersebut.

Kita harus menyadari bahwa kita sudah beranjak remaja, karenanya kita harus berhati-hati dalam bersikap. Terutama kepada orang tua yang telah melahirkan kita ke dunia. Balaslah kebaikan kedua orangtua kita dengan rasa kasih sayang kepada mereka berdua.

Tidak mudah memang untuk menghapuskan anak-anak remaja yang sudah terjun ke dunia gelap itu. Mereka yang telah kecanduan awalnya hanya ingin mencoba-coba. Karena itu, kita sebagai anak remaja yang beriman, jauhilah larangkan Tuhan dan ikutilah perintahNya, jangan sungguh-sungguh. Kita memang bukan manusia yang sempurna. Tetapi, kita harus memperbaiki diri kita sendiri sebelum memperbaiki kesalahan orang lain.

Jika ada salah satu teman kita terkena narkoba, merokok atau melakukan kegiatan negatif lainnya, kita sebagai temannya wajib menegurnya. Mereka sedang sangat lemah hatinya, jadi perlu seseorang menemaninya untuk memecahkan permasalahan yang sedang menimpanya, jangan biarkan mereka tenggelam di dunia kegelapan. Niat baik kita untuk memperbaiki teman kita pasti akan diridhoi oleh Tuhan. Mudah-mudahan teman-teman remaja Indonesia kita sadar dan insyaf betapa bahayanya jika mereka mengikuti ajaran-ajaran yang dilarang oleh Agama.

Terutama bagi remaja putri, jangan sampai mengorbankan harga dirinya hanya untuk kenikmatan dan uang semata. Sebaliknya jika mereka menutupkan auratnya insya Allah bertambah anggun dan mendapat pahala dari Allah. Namun jika mereka membuka auratnya di depan umum, disamping merendahkan harga dirinya sendiri menurut agama Allah pun akan mencatatnya sebagai dosa.. Wahai teman-teman remaja putri dan semua kaum wanita khususnya marilah kita menjaga harga diri kita sebagai wanita. Jangan sampai kita diperalat oleh uang dan kenikmatan dunia yang serba semu. Jagalah kehormatanmu.